Minggu, 01 Maret 2009

Fiqhi Cinta

FIQHI CINTA
(CARA BIJAK MENYEMAI CINTA DAN MEMBINA KELUARGA)
Oleh :Rahmawati


I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia bukanlah makhluk yang tidak memiliki perasaan. Dengan karunia Allah, manusia diberi kelebihan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya.Salah satu di antara kelebihan itu adalah manusia memiliki kecenderungan ketertarikan pada lawan jenisnya. Bahkan Allah menciptakan watak dasar laki-laki senang kepada wanita. Selama ketertarikan terhadap lawan jenis diterapkan secara halal akan tidak menjadi masalah. Bahkan Islam mengaturnya dan memerintahkan umat untuk menyalurkan cintanya dalam bentuk pernikahan yang halal dan menghalalkan. Pada beberapa sisi, cinta yang disalurkan dalam pernikahan bahkan dipuji.
Bila orang tidak menikah maka ia akan menyalurkan hasrat jasmaninya pada hal-hal yang dilarang agama, seperti berzina atau melakukan kemaksiatan lainnya.Dan tentu saja, baginya dosa besar dan di ancam sikasa neraka. Namun bila ia menempuh jalan pernikahan atau solusinya, maka ia akan mendapatkan pahala yang sangat berguna baginya. Kebutuhan mencintai wanita dan lelaki diberikan solusi dengan disyari’atkannya menikah.Allah Berfirman dalam QS. Al-Imran (3) :14
`Îiƒã— Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@ø‹y‚ø9$#ur ÏptB§q¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4qu‹ysø9$# $u‹÷R‘‰9$# ( ª!$#ur ¼çny‰YÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ
14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah pada setiap makhluk dan tidak seorang pun yang menyimpang darinya. Allah berfirman QS. Adz-Dzariyat (51): 49.
`ÏBur Èe@à2 >äóÓx« $oYø)n=yz Èû÷üy`÷ry— ÷/ä3ª=yès9 tbr㍩.x‹s? ÇÍÒÈ
49. Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
Dan dalam QS. Yasin (36): 36
z`»ysö6ß™ “Ï%©!$# t,n=y{ ylºurø—F{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚö‘F{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur Ÿw tbqßJn=ôètƒ
36. Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Manusia diciptakan Allah dalam keniscayaan adanya teman dalam hidupnya yang turut merasakan kesedihan dan kesusahannya serta berbagi akan kesenangan dan kebahagiaannya. Dalam akad pernikahan antara sepasang suami istri terkandung rahasia ilahi yang agung. Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum (30): 21
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurø—r& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômu‘ur 4 ¨bÎ) ’Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ
21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang dikaji dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud fiqhi cinta
1.Bagaimana cara menyemai cinta menurut pandangan fiqh?
2. Bagaimana sistem pembinaan keluarga berdasarkan fiqhi?

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqhi cinta
Fiqh artinya faham atau tahu. Menurut istilah yang digunakan para ahli Fiqh (fuqaha), ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari'at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Menurut Hasan Ahmad Al-Khatib: Fiqhul Islami ialah sekumpulan hukum syara', yang sudah dibukukan dalam berbagai mazhab, baik dari mazhab yang empat atau dari mazhab lainnya, dan yang dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat thabi'in, dari fuqaha yang tujuh di Makkah, di Madinah, di Syam, di Mesir, di Iraq, di Bashrah dan sebagainya. Fuqaha yang tujuh itu ialah Sa'id Musayyab, Abu Bakar bin Abdurrahman, 'Urwah bin Zubair, Sulaiman Yasar, Al-Qasim bin Muhammad, Charijah bin Zaid, dan Ubaidillah Abdillah[1].
Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yangg berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqh itu ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur'an, Sunnah dalil-dalil Syar'i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh. Dengan demikian berarti bahwa fiqh itu merupakan formulasi dari Al-Qur'an dan Sunnah yang berbentuk hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya. Hukum itu berberntuk amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap mukallaf (Mukallaf artinya orang yang sudah dibebani/diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syari'at Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).
Hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat, mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.
Disamping hukum itu ditunjukan pula alat dan cara (melaksanakan suatu perbuatan dalam dalam menempuh garis lintas hidup yang tak dapat dipastikan oleh manusia liku dan panjangnya. Sebagai mahluk sosial dan budaya manusia hidup memerlukan hubungan, baik hubungan dengan dirinya sendiri ataupun dengan sesuatu di luar dirinya. Ilmu fiqh membicarakan hubungan itu yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya, alatnya dan sebagainya. Hubungan-hubungan itu ialah:
a.
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhannya dan para Rasulullah;
b.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri;
c.
Hubungan manusia dengan keluarga dan tetangganya;
d.
Hubungan manusia dengan orang lain yang seagama dengan dia;
e.
Hubungan manusia dengan orang lain vang tidak seagama dengan dia;
f.
Hubungan manusia dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan lainnya;
g.
Hubungan manusia dengan benda mati dan alam semesta;
h.
Hubungan manusia dengan masyarakat dan lingkungannya;
i.
Hubungan manusia dengan akal fikiran dan ilmu pengetahuan; dan
j.
Hubungan manusia dengan alam gaib seperti syetan, iblis, surga, neraka, alam barzakh, yaumil hisab dan sebagainya.
Hubungan-hubungan ini dibicarakan dalam fiqh melalui topik-topik bab permasalahan yang mencakup hampir seluruh kegiatan hidup perseorangan, dan masyarakat, baik masyarakat kecil seperti sepasang suami-isteri (keluarga), maupun masyarakat besar seperti negara dan hubungan internasional, sesuai dengan macam-macam hubungan tadi. Meskipun ada perbedaan pendapat para ulama dalam menyusun urutan pembahasaan dalam membicarakan topik-topik tersebut, namun mereka tidak berbeda dalam menjadikan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijtihad sebagai sumber hukum.Walaupun dalam pengelompokkan materi pembicaraan mereka berbeda, namun mereka sama-sama mengambil dari sumber yang sama.
Salah satu yang dibicarakan fiqhi adalah masalah hubungan manusia dengan manusia lainnya. Hubungan itu terjalin dengan baik jika dilandasi perasaan senang dan sayang. Lalu rasa senang itu bila dipupuk maka akan bangkit menjadi cinta. Jika cinta sudah melekat dalam diri seseorang maka yang dicintai dan yang mencintai akan berpadu.
Kata cinta berasal dari bahasa Arab hubb, atau al-Hibb menurut bahasa, berarti cinta dan kasih sayang. Sedangkan habib (kecintaan) ada kalanya bermakna yang dicintai[2]. Secara terminologi cinta ialah kecenderungan dan keterkaitan hati yang terjadi antara kedua bela pihak yaitu pihak yang dicintai dan pihak yang mencintai. Keadaan ini dapat terlihat melalui reaksi kedua bela pihak dalam kondisi tertentu sesuai dengan cinta yang terjalin dan tingkatan klasifikasinya, dan juga mengikuti tingkat kecenderungan dan selera nalurinya masing-masing meskipun menyangkut hubungan antara manusia dan benda.
Ibnu Hazm mendefenisikan cinta sebagai hubungan rohani yang terjalin di antara komponen-komponen yang beragam dikalangan makhluk sesuai dengan unsur kejadian semulanya di alam ruhani nan tinggi. Ibnu Hazm dalam komentarnya tentang jiwa yang dimabuk cinta, memberikan penjelasan agak terperinci seperti berikut:
“ Jiwa orang yang dimabuk cinta menjadi lugu dan polos, secara instink mengetahui idola jiwa yang sejak dahulu menjadi dambaannya. Untuk itu, masing-masing akan menuju padanya dan mencarinya dengan menggebu-gebu untuk bersua dengannya dan berupaya menariknya guna mendapatkannya, perihal sama dengan magnet dan besi. Kekuatan inti magnet yang dihubungkan dengan kekuatan inti besi akan menimbulkan reaksi yang sulit untuk dikendalikan atau dipisahkan”[3].
Cinta tidak lain hanyalah ketergantungan jiwa pihak yang mencintai kepada jiwa pihak yang dicintainya sehingga perasaannya tidak dapat diisi oleh yang lainnya.Cinta tiada lain hanyalah pancaran cahaya yang bersumberkan dari potensi kehidupan.Cinta kepada pasangan merupakan naluri cinta yang diciptakan oleh Allah dalam diri manusia berikut dengan segala unsur dan ciri-ciri khasnya, baik yang bersifat ruhani maupun yang bersifat materi[4].Allah menaruh cinta dan kasih dalam relung hati manusia[5] (QS. Rum (30): 21 agar hidup bersama pasangannya dalam cinta (QS. Al-A’raf (7) : 189).
Sedangkan cinta antara pasangan suami istri adalah cinta yang bersifat alami, dimulai sejak pertemuan jiwa laki-laki dan perempuan, membangkitkan getaran cinta dan perasaan terpikat antara keduanya dengan penuh semangat dan rasa gembira. Bagian-bagian jiwanya menjadi terpadu, sebagiannya bergantung pada sebagian yang lain sehingga mereka berdua menjalani kehidupannya dalam nuansa keruhanian, penuh dengan keindahan, kesenangan, ketenangan dan kebahagiaan.
Jadi fiqhi cinta adalah pengetahuan yang membicarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Qur'an, Sunnah dalil-dalil Syar'i yang lain; yang berkaitan dengan penyemaian cinta. Salah satu bentuk penyemaian cinta dalam fiqhi adalah melalui pernikahan/perkawinan.
Sebagai mahluk sosial dan berbudaya manusia hidup memerlukan hubungan, baik hubungan dengan dirinya sendiri ataupun dengan sesuatu di luar dirinya. Hubungan ini dapat dipupuk melalui jalinan cinta . Awal mula hubungan cinta ini dimulai dengan adanya perasaan terpikat, kagum, kemudian kangen lalu kesepakatan antara pasangan laki-laki dan perempuan untuk memasuki jenjang pernikahan. Ilmu fiqh membicarakan hubungan itu melalui pernikahan yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya, dan sebagainya.

B. Pernikahan sebagai bentuk penyemaian cinta
Setiap Manusia memiliki perasaan cinta terhadap lawan jenisnya, rasa cinta ini adalah anugerah dari Allah yang mesti disyukuri dan dirawat dengan baik. Cinta memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Cinta merupakan landasan kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga, dan pemeliharaan anak.
Memilih calon pasangan (suami-istri) merupakan langkah yang terpenting dalam kehidupan manusia. Memilih pasangan hidup merupakan awal cinta yang dibenarkan dan diperbolehkan, baik bagi kaum pria maupun wanita. Dalam memilih pasangan Islam mengaturnya. Allah berfirman QS. An-Nur : 23:
(#qßsÅ3Rr&ur 4‘yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììÅ™ºur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ
32. Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Rasulullah bersabda:
تنكح المرأة لأربع لمالها و لجمالها ولحسابها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
“ Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kecantikannya, kedudukannya, dan agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya, maka niscaya kamu akan beruntung (HR.Ahmad dalam Musnadnya).
Hadis tersebut menjelaskan tentang empat perkara dalam diri seorang wanita yang selayaknya membuat seorang pria ingin menikahinya.Jika empat perkara tersebut ada pada diri seorang wanita, maka wanita itu merupakan wanita yang istimewa. Jika salah satu perkara selain agama tidak ada maka agamanya itu dapat menutupi pada hal yang lain. Jika agamanya tidak baik, maka ketiga perkara yang lain tidak dapat membuat suaminya bahagia.
Menurut Datuk tombak Alam, ada empat faktor yang seharusnya diperhatikan sebelum mencari pasangan hidup yaitu 1) Level Psychologis (bidang kejiwaan), 2) Level sosial (bidang kehidupan dan penghidupan), 3) Level Biologis (bidang kesehatan), 4) level etis (akhlak)[6]. Dari pandangan tersebut dalam kaitannya dengan hadis nabi maka dapat dilihat bahwa apa yang dikemukakan Tombak Alam merupakan penjabaran dari hadis Nabi saw tersebut.
Perkawinan/pernikahan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan. Perkawinan/pernikahan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan menyemai cinta antara sesama mahluk-Nya agar mereka dapat beranak dan berkembangbiak serta menjaga kelestariannya[7].
Makna nikah secara bahasa adalah penggabungan atau percampuran antara pria dan wanita. Sedangkan secara syari’at, nikah adalah akad antara pihak pria dengan wali nikah, sehingga hubungan badan antara kedua pasangan pria dan wanita, menjadi halal[8]. Ajaran Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk menikah bagi yang telah sanggup untuk melakukannya. Melalui pernikahan akan terbina suatu kehidupan keluarga yang baik.
Pernikahan bisa dipahami sebagai akad untuk beribadah kepada Allah, akad untuk menegakkan syariat Allah, akad untuk membangun rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah. Pernikahan juga akad untuk meninggalkan kemaksiatan, akad untuk saling mencintai karena Allah, akad untuk saling manghargai dan menghormati, akad untuk saling menerima apa adanya, akad untuk saling menguatkan keimanan, akad untuk saling membantu dan meringankan beban, akad untuk saling menasihati, akad untuk setia kepada pasangannya dalam suka dan duka, dalam kefakiran dan kekayaan, dalam sakit dan sehat.
Pernikahan berarti pula akad untuk meniti hari-hari dalam kebersamaan, akad untuk saling melindungi, akan untuk saling memberikan rasa aman, akad untuk saling mempercayai, akad untuk saling menutupi aib, akad untuk saling mencurahkan perasaan, akad untuk berlomba menunaikan kewajiban, akad untuk saling memaafkan kesalahan, akad untuk tidak menyimpan dendam dan kemarahan, akad untuk tidak mengungkit-ungkit kelemahan, kekurangan dan kesalahan.
Pernikahan adalah akad untuk tidak melakukan pelanggaran, akad untuk tidak saling menyakiti badan, akad untuk lembut dalam perkataan, akad untuk santun dalam pergaulam, akad untuk indah dalam penampilan, akad untuk mesra dalam mengungkapkan keinginan, akad untuk saling mengembangkan potensi diri, akad untuk adanya saling keterbukaan yang melegakan, akad untuk saling menumpahkan kasih sayang, akad untuk saling merindukan, akad untuk tidak adanya pemaksaan kehendak, akad untuk tidak saling membiarkan, akad untuk tidak saling meninggalkan.
Pernikahan juga bermakna akad untuk menebarkan kebajikan, akad untuk mencetak generasi berkualitas, akad untuk siap menjadi bapak dan ibu bagi anak-anak, akad untuk membangun peradaban dan akad untuk untuk segala yang bernama kebaikan[9].
Pernikahan merupakan satu-satunya sarana yang sah untuk membangun sebuah rumah tangga dan melahirkan keturunan sejalan dengan fitrah manusia.Pernikahan mempunyai ketentuan hukum yang beragam sesuai dengan kondisi. Mengingat hukum nikah yang diakui oleh syari’at bersifat relatif karena disesuaikan dengan kondisi pihak yang memerlukannya[10].
Dalam undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974, pemerintah telah menyusun Kompilasi Hukum Islam, ditetapkan persyaratan perkawinan sebagai berikut: 1) Untuk melakukan perkawinan harus ada calon suami dan calon istri, wali nikah dua orang saksi dan ijab qabul.2) Calon mempelai pria wajib membayar mas kawin kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya, disepakati bersama oleh kedua bela pihak.Penentuan kadar mahar berdasarkan atas prinsip kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh agama Islam.3) Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk ta’lik talak dan perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam[11].
Peraturan ini tidak hanya berbentuk undang-undang tetapi bermakna pembentukan rasa tanggungjawab dan menghormati nilai-nilai akhlak yang dibina berdasarkan kesadaran beragama.. Keluarga mesti disusun dan dikawal oleh rasa tanggungjawab dan menghormati nilai-nilai akhlak Islamiyyah. Rasa tanggungjawab dan menghormati nilai-nilai akhlak itu hanya akan berkembang subur di kalangan orang-orang yang mempunyai kesadaran beragama. Kesadaran keagamaan yang terpenting ialah apabila seseorang itu sentiasa mengingat Allah S.WT. dan takut kepada-Nya.
Demikianlah perasaan cinta itu dapat dipupuk melalui jalan yang sah yang diatur sesuai dengan ketentuan agama sehingga dapat terbina, dan mendapatkan ketentraman, kesejahteraan serta kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Cinta, mawaddah, rahmah adalah amanah Allah. Cinta merupakan tali perekat perkawinan. Mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Dia adalah cinta plus. Bukanlah yang mencintai,sesekali hatinya kesal sehingga cinyanya pudar bahkan putus. Tetapi yang bersemai adalah hati mawaddah tidak lagi akan memutuskan hubungan, seperti yang bisa terjadi pada orang yang bercinta. Ini disebabkan karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga pintu-pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin yang datang dari pasangannya. Sedangkan rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidak berdayaan sehingga mendorong yang bersangkutan untuk memberdayakannya.Karena dalam kehidupan keluarga, masing-masing suami dan istri akan bersungguh-sungguhdan bersusah payah mewujudkan kebaikan pasangannya (pendapat Quraish Shihab yang dikutip Hasbi Indra dkk)[12].
Hubungan yang harmonis, mesra, dan penuh rasa cinta harus tetap dipertahankan setelah berkeluarga (menikah). Ada anggapan yang salah dari sebagian suami istri, setelah mereka menikah mereka kurang memperhatikan penampilan diri dan perasaan pasangannya. Karena bagi mereka toh sudah berhasil dinikahi, sehingga tidak peru lagi merias diri, menjaga penampilan setelah menikah atau memiliki anak. Karena itu,istri berkewajiban untuk merawat diri dan penampilannya dengan baik. Hal ini berarti pula memelihara cinta kasihnya dengan suami, sehingga perkawinan bisa berlangsung lebih lama sampai tua. Disinilah pentingnya menjaga dan merawat cinta kasih antara suami istri agar tetap mesra dan harmonis.

C. Membina Keluargar
Hidup di zaman sekarang tidak mudah,serba konpetitif dan sangat dinamis. Bagi para suami atau wanita karir akan dihadapkan dengan berbagai problematika usaha yang bisa menyebabkan stress dan perasaan tertekan.Bila perasaan tertekan dibawah ke dalam lingkungan keluarga, maka kehidupan internal keluarga yang tenang, akan bergolak. Hal itu dapat mengganggu hubungan suami istri.Bila pihak wanita tidak sabar apa lagi curiga menghadapi “sikap aneh” suaminya, segera menimbulkan pertengkaran dalam keluarga.
Pihak wanita harus mampu menjaga mahligai rumah tangga sebaik mungkin. Menciptakan suasana keluarga yang kondusif agar bisa mendukung karier suami dan anak-anak untuk berkembang. Jika kondisi ini bisa dijaga, suami dan anak-anak akan betah dirumah. Islam menjadikan para istri yang shalihah sebagai kekayaan yang paling berharga bagi suaminya. Istri yang setia dan bertaqwa kepadanya. Ajaran Islam mengaggap istri yang shalehah sebagai salah satu sebab kebahagiaan.
Sesuai dengan tujuan perkawinan, setiap keluarga harus bisa menciptakan kesejukan hidup supaya kedua bela pihak tetap cenderung cinta satu sama lain.Kesejukan hidup bisa tercapai jika masing-masing pihak memahami hak dan kewajibannya.Di sini digariskan beberapa tanggungjawab penting suami dan isteri di dalam rumahtangga.
a. Kewajiban suami
1. Suami adalah kepala keluarga, pelindung isteri dan anak-anak. Sebagai pelindung keluarga dan kepala unit masyarakat yang kecil ini, suami berkewajipan mangawal, membimbing, menentukan tugas, menyelaraskan keadaan, berusaha mencari keperluan hidup keluarga dan berusaha menyediakan faktor-faktor kebahagiaan dan keselamatan keluarganya[13].
2. Dia wajib menyediakan rumah kediaman, pakaian dan makan minum keluarga. Dia wajib mengajar anak isterinya dengan hukum-hukum agama. Kalau tidak mampu mengajar sendiri dia wajib menanggung biayanya. Dalam hal ini suami yang bijak awal-awal lagi akan memilih isteri yang beragama. Dengan itu dapat meringankan beban dan kewajibannya mengajar agama kepada isterinya. Isteri yang beragama itu, pasti dapat bekerjasama mendidik anak-anak dalam kehidupan beragama.
3. Pentadbiran suami di dalam rumahtangga hendaklah berdasarkan rahmah (kasih sayang) berakhlak dan contoh yang baik. la bertanggungjawab di hadapan Allah S.WT. terhadap keluarganya. Bersikap baik dan adil di dalam mengendalikan nunahtangga adalah penting. Rasulullah s.a.W mensifatkan orang yang baik ialah orang yang baik kepada ahli rumahnya.
4. Suami hendaklah mengasuh isteri dengan baik. Rasulullah s.a.w. menyifatkan kaum wanita sebagai amanah Allah S.W.T. Amanah itu hendaklah dijaga dengan cermat. Misalnya jika kita diamanahkan sesuatu barang dan barang itu rosak di tangan kita, tentulah ia akan melibatkan nama baik kita. Sebab itu Rasulullah s.a.w. berpesan supaya bersikap baik terhadap wanita dan senantiasa menasehati mereka supaya berkelakuan baik.
5. Tanggungjawab suami adalah penting di dalam membina keluarga. Tidak sah pernikahan orang yang tidak dapat mengendalikan urusan rumahtangga seperti pernikahan kanak-kanak dan orang gila. Adapun orang yang bodoh (safah) yang ditahan dari mengurus harta benda dan dirinya, tidak sah menikah melainkan dengan izin walinya. Orang yang mempunyai keinginan menikah tetapi tidak sanggup menyediakan mahar dan nafkah tidak dibolehkan menikah, kata AI-Syafiyyah, sunat tidak kawin bahkan hendaklah berpuasa karena puasa itu menahan keinginan.
Demikian juga orang yang tidak mempunyai keinginan dan hendak menumpukan perhatian kepada ibadah tidak diboleh menikah. Ulama berselisih pendapat mengenai orang yang tidak mempunyai keinginan yang mampu menyediakan makan dan nafkah dan tidak pula hendak menumpukan seluruh hidupny- kepada ibadat saja. Menurut satu pendapat, tidak disunatkan. Menurut pandapat lain sunat ia menikah.
Jelaslah bahwa perkawinan itu hanya bolehkan bagi mereka yang sanggup menunaikan tanggungjawab. Karena menikah, menunaikan tanggungjawab kepada keluarga adalah wajib.
Kewajipan Isteri
Apabila suami sebagai kepala rumahtangga, maka isteri itu mempunyai tugas dan tanggungjawab tertentu. Di antara tanggungjawab isteri ialah:
1. Bergaul dengan suami secara baik[14].
2. Mengendalikan kerja-kerja rumah. Menurut riwayat Janzani, Rasulullah s.a.w menentukan kewajipan anaknya Fatimah mengurus rumah dan Ali mengurus kerja-kerja di luar rumah.
3. Berhias untuk suami. Isteri hendaklah sentiasa berada di hadapan suami dalam keadaan menarik dan mempesona. Dengan itu suami menjadi terhibur ketika di sampingnya. Tugas ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh isteri kecuali mereka yang paham dan benar-benar perhatian.
4. bujuk membujuk adalah penting dalam kehidupan rumahtangga. Ibn al-Aswad AI-Dualy berkata kepada isterinya:
'Apabila kamu melihat aku marah, tenangkanlah aku. Apabila aku melihat kamu marah, aku pula menenangkan kamu. Jika tidak janganlah kita bersama-sama. '
5. Isteri hendaklah taat kepada suami. Di dalam suatu tindakan, jangan sekali-kali membelakangi suami, karena dia kepala rumah-tangga. Jika hendak keluar rumah mestilah mendapat izin dari suami terlebih dahulu. Isteri pula hendaklah memahami tugas dan kewajipan suami di luar. Sekiranya kegiatan yang dilakukan suami itu untuk Allah S.W.T. dan RasuINya, ia mestilah menyokongnya, memberi semangat dan menasihatinya supaya tidak berputus asa.
6. Wanita hendaklah sentiasa menjaga kehormatan diri dan nama suami. Wanita yang menjaga kehormatannya dianggap oleh Rasulullah S.A.W. sebagai wanita yang baik dan patut menjadi ukuran bagi lelaki yang hendak memilih isteri.
Inilah di antara kewajiban isteri terhadap suami. Apabila setiap pihak menunaikan tanggungjawab, akan berkembanglah mawaddah atau kasih sayang. Batas-batas dan tanggungjawab suami isteri ini ditetapkan oleh Islam sebagai peraturan yang bertujuan mengukuhkan kehidupan dan hidup di dalam suasana ibadah kepada Allah S.WT. Rumahtangga akan hancur jika sekiranya setiap pihak mengabaikan tanggung-jawabnya. Dengan mengamalkan prinsip agama dengan betul, akan terwujudlah keluarga bahagia yang merupakan tahap pertama pembentukan masyarakat Islam[15].
Untuk membina keluarga Islami, diperlukan pembinaan secara terus menerus agar suasana kehidupan rumah tangga bisa tetap diciptakan dan terpelihara dengan baik oleh para penghuninya (suami, istri dan anak-anak). Kadang-kadang pertengkaran terjadi antara suami istri karena tingkah laku anak-anak. Hal ini dapat diaatasi melalui cara:pertama, memberikan peringatansejak dini baik tindakan suami atau istri yang berpotensi membahayakan dan mengancam keutuhan rumah tangga.Tindakan preventif dan antisipatif ini, dijelaskan dalam QS. Al-Syuara(26):214) :
ö‘É‹Rr&ur y7s?uŽÏ±tã šúüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ
214. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
Kedua, melalui wiqayah atau memelihara hal-hal baik, melalui keteladanan atau nasihat, supaya kehidupan rumah tangga tetap tenang dan tentram (mawaddah wa Rahmah). Ketiga, melalui amar atau saling mengingatkan untuk melaksanakan perintah agama.
Setiap anggota rumah tangga islami adalah orang-orang yang mencintai karena Allah. Ada satu pertanyaan, perluka rasa cinta diungkapkan? Dalam kehidupan berumah tangga, mengungkapkan kecintaan adalah bagian yang utuh dari ibadah kepada Allah. Untuk itu, cara menyatakan cinta harus dipahami oleh suami istri dan segenap keluarga.
Kendatipun masing-masing anggota keluarga telah saling mencintai, akan tetapi mengungkapkan dalam bentuk bahasa verbal akan lebih memberikan kekuatan atas makna kecintaan tersebut. Pengungkapan dengan bahasa verbal tidak boleh hanya sekedar mujamalah (basa basi) tetapi harus dengan ketulusan hati. Senyuman, belaian sayang, kemesraan hubungan, wajah ceria, intonasi kalimat yang lembut dan manja, kesetiaan suami-istri ditunjukan antara lain menjauhi penyimpangan seperti selingkuh dan sebagainya merupakan bentuk lain pengungkapan cinta.

III. PENUTUP
Kesimpulan
Dari wacana tersebut maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Fiqhi cinta adalah pengetahuan yang membicarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Qur'an, Sunnah dalil-dalil Syar'i yang lain; yang berkaitan dengan penyemaian cinta.
2. Salah satu bentuk penyemaian cinta dalam fiqhi adalah melalui pernikahan/perkawinan. cinta antara pasangan suami istri adalah cinta yang bersifat alami, dimulai sejak pertemuan jiwa laki-laki dan perempuan, membangkitkan getaran cinta dan perasaan terpikat antara keduanya dengan penuh semangat dan rasa gembira. Bagian-bagian jiwanya menjadi terpadu, sebagiannya bergantung pada sebagian yang lain sehingga mereka berdua menjalani kehidupannya dalam nuansa keruhanian, penuh dengan keindahan, kesenangan, ketenangan dan kebahagiaan.
3. Sistem pembinaan keluarga dalam fiqhi adalah masing-masing suami-istri dan anggota keluarga lainnya memahami hak dan kewajibannya sehingga terbina keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah serta tercipta baldatun tayyibatun .



DAFTAR PUSTAKA
Hasan Ahmad Al-Khatib, Fiqhul Islami, Cairo: t.p, t.th.
Mahmud Syarif, Al-Hubb fi-al-Qur’an diterjemahkan al-As’ad Yasin, Nilai cinta dalam Al-Qur’an, Jakarta: Qitsh,2005.
Imam Abu Muhammad ‘Ali bin Hazm Al-Andalusi,Thauq al-Hamamah fi al-ulfah wa al-Aulaf yang ditahqiq oelh Muhammad Ibrahim Sulaim, Cairo: Maktabah Ibnu sina li Ah-Thiba’ah wa An-Nasyr wa Al-Tashdir, 1993,
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Al-Jawab Al-Kafi, Kairo: Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah.
Lynn Wilcox,Women and the Holy Quran: A sufi Perspective, Amerika serikat, Maktabah Tariqah,1998.
Sei H. Datuk Tombak Alam, Rumah Tanggaku Surgaku, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 6, Bandung: PT.Al- Ma’arif, 1978.
Hasbi Indra dkk, Potret Wanita shalihah, Jakarta: Penamadani, 2004), h. 78.
Http://mitatea.blogspot.com/2007/04/memahami-hakikat-pernikahan-dalam-islam.html
LIHAT http://riana.tblog.com/post/1969991178
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Komplasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: DEPAG, 2000.
Ramlan Mardjoned, Keluarga Sakinah Rumahku Surgaku, Jakarta: Media Dakwah, 1999.
Abu Umar Basyir, Gelas-gelas Kaca(Panduan Praktis agar Rumah tangga Tetap Harmonis), Solo,Nikah Media Samara, 2005.
http://www.islam.gov.my/e-rujukan/lihat.php?jakim=500

[1] Hasan Ahmad Al-Khatib, Fiqhul Islami, (Cairo: t.p, t.th), h. 112
[2] Mahmud Syarif, Al-Hubb fi-al-Qur’an diterjemahkan al-As’ad Yasin, Nilai cinta dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Qitsh,2005),h.29
[3] Imam Abu Muhammad ‘Ali bin Hazm Al-Andalusi,Thauq al-Hamamah fi al-ulfah wa al-Aulaf yang ditahqiq oelh Muhammad Ibrahim Sulaim, (Cairo: Maktabah Ibnu sina li Ah-Thiba’ah wa An-Nasyr wa Al-Tashdir, 1993), h.21

[4] Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Al-Jawab Al-Kafi, (Kairo: Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah, t.t), h.275
[5] Lynn Wilcox,Women and the Holy Quran: A sufi Perspective, (Amerika serikat, Maktabah Tariqah,1998
[6] Sei H. Datuk Tombak Alam, Rumah Tanggaku Surgaku, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h.11
[7] Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 6,(Bandung: PT.Al- Ma’arif, 1978), h.7
[8] Hasbi Indra dkk, Potret Wanita shalihah, Jakarta: Penamadani, 2004), h. 78.
[9] http://mitatea.blogspot.com/2007/04/memahami-hakikat-pernikahan-dalam-islam.html
[10] a) Wajib kawin Seorang wajib hukumnya kawin, bila dia mempunyai keinginan yang kuat mempunyai kemampuan material, mental dan spritiual untuk melaksanakan kewajiban selama dalam perkawinan dan adanya kekhawatiran apabila ia tidak kawin akan mudah tergelincir untuk berbuat zina. b) Perkawinan yang Sunnat Perkawinan hukumnya sunnat bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban tetapi bila ia tidak kawin tidak ada kekhawatiran akan berbuat zina. Alasan hukum berdasarkan ayat-ayat Al-Qurâ’an dan Hadits-hadits Nabi Muhammad saw. yang menganjurkan perkawinan. Kebanyakan ulama berpendapat hukum dasar perkawinan adalah sunnat. Ulama mazhab syafiâ’i berpendapat bahwa hukum asal perkawinan adalah mubah. Ulama mazhab Dhahiri berpendapat bahwa perkawinan wajib dilakukan orang yang telah mampu tanpa dikaitkan adanya kekhawatiran akan berbuat zina apabila tidak kawin. c) Perkawinan yang haram. Bagi orang yang belum berkeinginan dan tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul tanggung jawab dalam kelangsungan perkawinan, dan apabila dipaksakan kawin akan berakibat menyusahkan dan penderitaan bagi isterinya, maka hukumnya menjadi haram. Nabi saw mengajarkan : Jangan melakukan suatu perbuata yang berakibat menyusahkan diri sendiri & orang lain.” d) Perkawinan Makruh Perkawinan hukumnya makruh, bagi seseorang yang mampu dari segi materiil, cukup daya tahan mental dan agama, tetapi ada kekhawatiran tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memberikan nafkah batin, meskipun tidak berakibat menyusahkan isterinya. Imam Al-Gazali mengatakan bahwa Suatu perkainan bila dikhawatirkan berakibat mengurangi semangat beribadah kepada Allah dan semangat kerja dalam bidang ilmiah maka hukumnya lebih makruh. e) Perkawinan yang mubah Bagi orang yang mampu dari segi materiil, dan fisik dan apabila ia tidak kawin tidak ada kekhawatiran berbuat zina maka hukumnya mubah. Perkawinan dilakukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan biologis dan kesenangan bukan untuk tujuan membina keluarga serta keselamatan hidup beragama.LIHAT http://riana.tblog.com/post/1969991178
[11] Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Komplasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: DEPAG, 2000), h. 18-19.
[12] Hasbi Indra dkk, Op.cit., h.83-84.
[13] Ramlan Mardjoned, Keluarga Sakinah Rumahku Surgaku, (Jakarta: Media Dakwah, 1999), h.49
[14] Abu Umar Basyir, Gelas-gelas Kaca(Panduan Praktis agar Rumah tangga Tetap Harmonis), (Solo,Nikah Media Samara, 2005), h.16.
[15] http://www.islam.gov.my/e-rujukan/lihat.php?jakim=500

Tidak ada komentar:

Posting Komentar