Senin, 02 Maret 2009

Pornagrafi/Pornoaksi

PORNOAKSI DAN PORNOGRAFI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Oleh: Rahmawati
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu isu penting yang dihadapi bangsa Indonesia di era reformasi ini adalah merebaknya kasus-kasus pornoaksi dan pornografi pada semua elemen masyarakat, mulai dari pekotaan sampai pedesaan.
Fenomena maraknya dan merebaknya kasus pornografi-pornoaksi dalam beberapa tahun terakhir, merupakan efek langsung dari media dalam memberitakan dan memproduksi item-item pornoaksi-pornografi. Bukan kebetulan debat tentang pornoaksi-pornografi berbarengan dengan munculnya foto bugil di berbagai media cetak.
Sejumlah kajian meyimpulkan bahwa kondisi krusial tersebut sesungguhnya merupakan akumulasi dari berbagai faktor: pertama, lumpuhnya sistem hukum di negeri ini dan salah satu indikasinya adalah tidak tegaknya sejumlah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penghapusan pornoaksi dan pornogafi. Kedua, lembaga keluarga belum berfungsi secara maksimal dalam memainkan peran edukatif mendidik anggata mereka. Ketiga, gagalnya institusi pendidikan, termasuk lembaga pendidikan agama dalam menanamkan moralitas dan nilai-nilai etika kepada anak didik. Keempat, masih kentalnya budaya partiarki di masyarakat yang memandang perempuan sebagai subdinator laki-laki dan memposisikan perempuan hanya sebagai obyek seksual, Akibatnya, media cetak dan elektronik penuh dengan gambar tubuh perempuan yang erotis. Kelima, interpretasi agama yang memposisikan perempuan sebagai penggoda dan sumber fitnah, serta tidak memiliki kemandirian sebagai manusia secara utuh. Keenam, pengaruh globalisasi yang menyebabkan pola hidup kapitalistik, hedonistik dan materialistik[1].
Dari keenam asumsi tersebut, faktor penyebab utama yang dijadikan kambing hitam bagi maraknya fornografi adalah ulah dan kebebasan perempuan, terutama dalam kebebasan berbusana dan berekspresi. Kebiasaan masyarakat untuk selalu menyalahkan perempuan berangkat dari pandangan bahwa perempuan adalah penggoda dan ironisnya pandangan ini mendapatkan legitimasi dari ajaran Islam, terutama perempuan sebagai penyangga moral.Sikap seperti itu mungkin diilhami oleh ajaran agama, seperti bunyi hadis yang banyak disosialisasikan:” Perempuan adalah tiang negara, jika ia baik maka baiklah bangsa , tetapi jika perempuan rusak maka rusak pula negara. Berbeda dengan perempuan, laki-laki kurang ditekankan untuk bertanggung jawab penyangga moral masyarakat.
Dengan asumsi dasar seperti itu maka solusi yang ditawarkan adalah mengontrol tubuh perempuan, membatasi kebebasannya dan yang paling mengemuka adalah menyodorkan Rancangan Undang-undang anti pornografi dan pornoaksi (RUU APP) yang menempatkan perempuan sebagai objek hukum.
Pornografi dan pornoaksi selalu menarik untuk dikaji. Banyak respon dari berbagai pihak mengenai masalah ini. Permasalahan yang dapat dikaji mengenai tema ini, diantaranya adalah dengan dilakukannya tinjauan hukum Islam terhadap pornografi dan pornoaksi sebagaimana yang akan dikaji dalam makalah ini.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi kajian dalam makalah ini adalah Bagaimana pornoaksi dan pornografi dalam tinjauan hukum Islam? Dari masalah tersebut dirumuskan sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hakikat pornografi dan pornoaksi?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang pornografi dan pornoaksi?
3. Bagaimana upaya pencegahan dan pemberantasan pornografi-pornoaksi?
C.Siqnifikansi
1. Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pornografi dan pornoakasi sekaligus mensosialisasikan bahwa pornografi dan pornoaksi telah marak ditengah masyarakat sehingga perlu mencari solusi bersama dalam upaya penanggulangannya.
2. Kegunaan Penelitian
1. Memberikan informasi tentang bahaya pornografi dan pornoaksi.
2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan hal tersebut.

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian pornografi dan pornoaksi
Istilah pornografi berasal dari bahasa yunani kuno porne, artinya budak seks perempuan ( pelacur), dan graphos berarti penulisan atau penggambaran mengenai tindak tanduk tersebut, graphein berarti ungkapan[2]. Menurut kamus webster, pornografi adalah tulisan atau gambar yang dimaksudkan untuk membangkitkan nafsu seksual orang yang melihat dan membacanya. H.B yassin, budayawan terkemuka menyatakan bahwa pornografi menciptakan fantasi pembaca atau penonton ke daerah-daerah seputar kelamin, fantasi itu kemudian membakar birahi. Makin lama seseorang terekspos pada materi pornogarafi makin insten rangsangan seksual yang ditimbulkannya[3]. Sedangkan pornoaksi adalah suatu penggambaran aksi gerakan yang dapat memancing bangkitnya nafsu seksual[4].
Dalam Pasal I RUU Anti Pornografi-Pornoaksi dirumuskan defenisi pornografi-pornoaksi sebagai berikut:
Pornografi dan pornoaksi adalah bentuk ekspresi visual berupa gambar, lukisan, tulisan, foto, film atau yang dipersamakan dengan film atau video, terawang, tayangan, atau media komunikasi lainnya yang sengaja dibuat untuk memperlihatkan secara terang-terangan atau tersamar kepada publik alat vital dan bagian-bagian tubuh serta gerakan-gerakan erotis yang menonjolkan sensualitas dan/atau seksualitas, serta segala bentuk perilaku dan seksual dan hubungan seks manusia yang patut diduga menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada orang lain[5]
Di Yunani pada abad empat sebelum masehi terdapat seorang yunani yang cantik jelita bernama Phryne dari Thespia. Ia seorang Hetaherai, yaitu seorang perempuan yang kehidupannya hanya bersenang-senang dengan laki-laki. Hetaherai berbeda dengan porne, yaitu perempuan pelacur yang digunakan dan dibayar setiap hari. Phyrne pernah dituduh sebagai perempuan yang mengkorupsi para jejaka Athena. Ketika pengadilan akan menjatuhkan hukuman kepada phyrne, pembela phyrne, Hyperides mengajukan pembelaan dengan cara meminta phyrne berdiri di suatu tempat di depan sidang dengan posisi dapat dilihat oleh semua yang hadir. Ia menanggalkan pakaiannya satu persatu sehingga seluruh keindahan tubuhnya tampak oleh hakim dan seluruh yang hadir. Dan akhirnya, Phyrne dibebaskan dari hukuman. Pertunjukan Phyrne itulah awal dari pertunjukan striptease[6]. Sehingga, defenisi yang tepat atas pornografi dan pornoaksi dibatasi aspek eksploitasi dan prilaku seksual atas dasar kesengajaan yang dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), tinjauan norma ketimuran[7] dan agama.
Saat ini, masalah pornografi dan pornoaksi semakin memprihatinkan dan dampak negatifnya pun semakin nyata, di antaranya, sering terjadi perzinahan, pemerkosaan dan bahkan pembunuhan maupun aborsi. Orang-orang yang menjadi korban tindak pidana tersebut tidak hanya perempuan dewasa, tetapi banyak korban yang masih anak-anak, baik anak laki-laki maupun perempuan. Para pelakunya pun tidak hanya orang-orang yang tidak dikenal, atau orang yang tidak mempunyai hubungan kekeluargaan dengan korban di antara pelaku yang masih mempunyai darah. Bahkan para korban pornografi dan pornoaksi tidak hanya orang yang masih hidup tetapi orang yang sudah meninggalpun dijadikan tempat pelampiasan hawa napsu akibat dari adegan-adegan porno yang dipertontonkan.

B. Pornografi dan Pornoaksi Telaah Hukum Islam
Dalam hukum Islam, sejak abad ketujuh Masehi, perbuatan-perbuatan tersebut sudah dilarang secara tegas, karena teramat jelas kemudaratannya. Namun yang perlu segera dikemukakan adalah sampai saat ini masih ada pendapat bahwa hukum Islam, khususnya hukum pidana Islam, tidak sesuai dengan hak asasi manusia, karena dianggap melanggar hak-hak kemanusiaan sebagai individu, kejam dan demoralisasi.
Menurut pihak ini, tubuh bagi setiap orang adalah hak mutlak pribadi masing-masing. Setiap individu bebas memperlakukan tubuhnya, termasuk mempergunakan tubuhnya untuk hal-hal yang pornografis atau untuk melakukan perbuatan-perbuatan pornoaksi. Jika ada anggota masyarakat atau orang lain yang terganggu atau terangsang hasrat seksualnya, atau merasa jijik, malu, muak sebagai akibat dari melihat, atau mendengar, atau menyentuh tindakan-tindakan yang porno tersebut, menurut mereka, adalah karena orang bersangkutan rusak moralnya, kotor pikirannya, ngeres otaknya. Setiap orang bebas mengekspresikan tubuhnya tanpa batas, sepanjang tidak melanggar kesusilaan masyarakat setempat. Karena itu, hukum publik, menurut mereka, dilarang ikut serta mengatur perilaku seseorang terhadap sikap, perbuatan, tindakan, perlakuan terhadap tubuh masing-masing. Karena tubuh adalah merupakan hak mutlak masing-masing individu, bukan hak hukum publik[8].
Ajaran Islam adalah ajaran yang selalu memegang prinsip al-hifz, preventif dalam menjaga kemaslahatan dan menjauhkan mafsadat manusia. Memelihara keturunan dan kehormatan keluarga, bahkan orang lain merupakan ajaran Islam yang paling fundamental, seperti pada implentasi èaruriyat di atas. Upaya memelihara kehormatan ini ada kaitan dengan pemeliharaan anggota badan, satrul aurah, menundukkan pandangan dan menjaga diri kontak dengan orang lain jenis dan bukan mahram, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, maka ada beberapa istilah yang berkaitan dengan tindakan preventif atau dalam bahasa kaidah u¡uliyah, “sadd al-©ari’ah” (menutup jalan), seperti penyebutan kata yang sopan untuk yang ada kaitannya dengan hubungan seksual, seperti kata, mubasyarah, mulamasah, masas, harst, dll.
Hukum Islam secara tegas mengatur bagaimana cara orang memelihara tubuh. Tubuh adalah amanah Allah yang wajib dipelihara oleh setiap insan demi menjaga kehormatan. Islam menuntun, membimbing, mengarahkan dan menentukan manusia dalam memperlakukan dan memanfaatkan tubuh agar terjaga kehormatan, derajat, dan martabat diri, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa, untuk mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Kajian Ulama menambahkan bahwa pemeliharaan diri dari hal-hal pornografis dan pornoaksi sama maknanya dengan pemeliharaan tubuh, jiwa, akal dan rohani yang menyatu dan terwujud dalam tubuh setiap manusia sekaligus memelihara agama, keturunan, harta serta kehormatan diri.
Majelis Ulama Indonesia Nomor 287 Tahun 2001 tentang pornografi dan pornoaksi tanggal 22 Agustus 2001, adalah berdasarkan QS. Al-Isra (17):32 yang melarang mendekati zina, QS. An-Nur (24):30-31 yang mengatur tentang cara bergaul, memelihara kehormatan, dan batas aurat , QS. Al-Ahzab (33):59 yang mengatur tentang aurat perempuan dan QS. Al-Maidah tentang kewajiban tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan larangan melakukan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.
Dalam sistem masyarakat Islam, bukan hanya sistem nilai yang diutamakan, tetapi juga sistem krido dan norma yang terimplementasi dalam aqidah, syariah, dan akhlaq. Islam mengatur segala ucapan, tindak, gerak, dan langkah manusia mukallaf dalam koridor hukum yang dalam implementasinya disebut al-ahkmul ¥amsah (hukum yang lima). Ketika pornografi dan pornoaksi muncul, maka landasan filosifisnya dikembalikan pada èaruriyat (ketentuan hukum yang selalu harus ada), h±jiyat (kebutuhan pokok), dan tahsiniyat (keindahan) yang dalam implementasinya berkaitan dengan hif§ al-din, hif§ nafs, hif§ nasl wa al-‘arè, hifzh mal, dan hif§ al-aql.
Maka problematika porno dalam Islam amat transparan dan jelas, sehingga dikenal batas-batas haram dan halal, jangankan dalam urusan porno, batas-batas aurat pun baik bagi laki-laki maupun perempuan amat eksplisit dan terinci. Semuanya bermuara pada hif§ al-nasl dan al-‘arè (memelihara keturunan dan kehormatan). Hukuman pornografi dan pornoaksi, walaupun dalam al-Quran dan Sunnah tidak jelas hukum pidananya. Karena itu, ahli hukum, fuqaha, dan para yuridis, dapat menentukan melalui ta’zir (celaan).
Pornografi-pornoaksi dalam Islam masuk dalam kategori zina dan Islam melarang sekedar mendekatinya. QS. Al-Isra : 32:
wur (#qç/tø)s? #’oTÌh“9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$y™ur Wx‹Î6y™ ÇÌËÈ
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
Secara bahasa, zina berarti hubungan kelamin (seksual) yang terjadi antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan akad nikah[9]. Ia termasuk dosa yang penyebutannya seiring dengan perbuatan syirik dan membunuh.Allah berfirman QS. Al-Furqan: 68-70:
tûïÏ%©!$#ur Ÿw šcqããô‰tƒ yìtB «!$# $·g»s9Î) tyz#uä Ÿwur tbqè=çFø)tƒ }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ Ÿwur šcqçR÷“tƒ 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ t,ù=tƒ $YB$rOr& ÇÏÑÈ ô#y軟Òムã&s! Ü>#x‹yèø9$# tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# ô$é#øƒs†ur ¾ÏmŠÏù $ºR$ygãB ÇÏÒÈ žwÎ) `tB z>$s? šÆtB#uäur Ÿ@ÏJtãur WxyJtã $[sÎ=»¹ šÍ´¯»s9'ré'sù ãAÏd‰t6ムª!$# ôMÎgÏ?$t«Íh‹y™ ;M»uZ¡ym 3 tb%x.ur ª!$# #Y‘qàÿxî $VJŠÏm§‘ ÇÐÉÈ
68. Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), 69. (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, 70. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Namun demikian, zina bukan hanya berarti hubungan seks antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan akad nikah.Perbuatan homoseks atau lesbian atau liwat dalam bahasa Arab, berhubungan seks dengan binatang, menurut imam mazhab[10].
Upaya preventiv untuk menghindari terjadinya porno dalam ajaran Islam dengan adanya ketentuan halal dan haram ketika bermuamalah, kontak, dan berbicara dengan orang lain, bahkan dengan keluarga sendiri, seperti dilarangnya i¥tilaţ tanpa tujuan yang syar’i. Anak-anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipisahkan tempat tidurnya dari saudaranya, anak-anak dilarang masuk kamar orang tuanya pada waktu-waktu tertentu. Pakaian yang sopan dan menutupi aurat, baik laki-laki maupun perempuan, walaupun batas aurat di antara keduanya berbeda. Di bawah ini akan diuraikan upaya-upaya ajaran Islam agar seseorang tidak tergoda dengan porne, pornografi maupun pornoaksi:
1.Khalwat (menyendiri antara laki-laki dan perempuan)
Khalwah adalah keterpisahan atau menyendiri antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Yang dimaksud dengan mahram ada kaitan darah, keturunan atau melalui perkawinan. Parameter mahram atau bukan mahram adalah diperbolehkannya secara syar’i seseorang menikah dengan orang tersebut. Untuk menghindari sesuatu yang akan membawa kepada porno (hubungan seksual di luar nikah) adalah dengan membatasi pergaulan antara lain jenis manusia itu, kecuali mahramnya ada. Karena itu seorang perempuan yang keluar rumah, tanpa disertai mahramnya dilarang agama.
عن ابن مسعود رضي الله عنه عن النبي (ص) قال: الرأة عورة فاذا خرجت استشر فيها الشيطان
“Dari Ibn Mas’ud bahwa Nabi saw, bersabda, wanita adalah aurat, maka apabila dia keluar rumah, maka setan tampil membelalakan matanya dan bermaksud buruk terhadapnya” (HR. at-Tirmidzi)
2. Obrolan seks (dilarang rafats)
Dalam Alquran terdapat ayat yang menyebut rafats, yaitu pada surat al-Baqarah: 197. Rafats ialah kata-kata “kotor”, tak enak didengar, berupa cumbu rayu dan kata-kata tidak baik diucapkan yang mendorong kepada hubungan seksual. Rafats adalah arti kiasan untuk hubungan seks, jima. Kata-kata ini tidak boleh sembarang diucapkan dan hanya dibolehkan pengucapannya antara istri dan suami, bahkan antar mereka pun dilarang pada waktu sedang melaksanakan ibadah haji dan dihindari pengucapannya di waktu saum pada siang hari. Al-Quran menyatakan sebagaimana tercantum pada al-Baqarah: 197:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwal dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
3. Kewajiban menutupi aurat dan menundukkan pandangan
Kewajiban menutup aurat dan tidak mengumbar pandangan ada kaitan dengan kewajiban menjaga diri dan hati dari niat dan dorongan syetan terhadap manusia yang dalam hatinya ada maradh (penyakit dengan niat jahat) untuk melakukan onar. Dalam al-Quran, al-Ahzab: 59) dan hadis disebutkan sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan perempuan-perempuan mukminin agar mengulurkan jilbab-jilbab mereka. Ini lebih mudah untuk dikenal dan agar tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang”.
Pada surat lain, al-Nur: 30-31) Allah berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31)
“Katakanlah kepada orang-orang berimana agar mereka menundukkan pandangannya dan memelihara farji-farji mereka. Itu lebih bersih buat mereka. Sesungguhnyha Allah Maha Melihat terhadap apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan mukminat, agara menundukkan dari pandangan-pandangan mereka dan memelihara farji-farji mereka dan jangan menampilkan erhiasan mereka kecuali yang nampak darinya. Dan agar menutup dengan kerudung-kerudung mereka atas dada-dada mereka. Dan janganlah menampilkan perhiasan mereka kecuali atas suami-suami mereka atau ayah-ayah mereka atau ayah-ayah suami mereka atau anak-anak mereka atau anak-panak suami mereka atau saudara laki-laki mereka atau anak laki-laki saudara laki-laki mereka atau anak-anak saudara waniat-wanita Islam meteka atau budak-budak mereka atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belim mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkjan kakinya agar diketahui perhiasan yang disembunyikan Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.

Adapun hadis yang berkaitan larangan porno yaitu:
عن عائشة رضي الله عنها : أن أسماء بنت أبى بكر دخلت على رسول الله (ص) و عليها ثياب رقاق, فأعرض عنها رسول الله (ص) و قال: ياأسماء إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يصلح أن يرى منها إلا هذا و هذا (وأشار الى وجهه و كفيه)
Artinya: Aisyah ra., berkata bahwa Asma putri Abu Bakar ra, datang menemui Rasulullah saw., dengan mengenakan pakaian tipis (transparan), maka Rasulullah saw., berpaling enggan melihatnya dan bersabda: “hai Asma, sesungguhnya perempuan jika telah haid, tidak wajar terlihat darinya kecuali ini dan ini “ (sambil beliau menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan beliau). (HR. Abu Daud dan al-Baihaqi)[11].
4. Perzinaan harus dijauhi, sebagaimana firman Allah,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلً
Dan janganlah dekat-dekat pada zina karena itu adalah fahisyah (kekjian) dan jalan (perbuatan) yang jelek”. (al-Isra: 32).
Sejumlah mufassir menjelaskan bahwa yang dimaksud mendekati zina adalah seperangkat niat, perkataan dan perbuatan yang mendorongke arah zina. Termasuk dalam kategori zina adalah sengaja berduaan antara laki-laki dan perempuan, mengucapkan ungkapan-ungkapan yang merangsang, mempertontonkan bagian-bagian yang merangsang baik secara langsung maupun melalui gambar-gambar porno yang merangsang birahi
5. Hukuman berat bagi pezina.
Hukuman bagi para pezina amat berat ada yang dengan rajam untuk zina muhshan dan ada yang dengan deraan untuk zina ghair muhshan. Rajam diterangkan dalam hadis ketika seseorang mendatangi Rasulullah dan secara terus terang dia mengaku sudah melakukan perzinaan. Setelah dibuktikan dengan mengucapkan syahadat empat kali maka Rasul bersabda:
ياأنيس على امرأة هذا فإناعترفت فارجمها
“ yaa Unais pergilah pagi ini menemui istri orang ini, jika ian mengaku maka rajamlah”. (HR. Ibnu Majah)[12].
Dalam surat al-Nur disebutkan untuk zina ghair muhshan sebagai diterangkan berikut:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing seratus kali deraan , dan janglah mengambil kasian terhadap mereka dengan agama Allah (ini), bila kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan saksikanlah (dalam melaksanakan) hukuman kepada mereka segolongan orang beriman”. (al-Nur: 2).
6. Pelaku perzinaan (porne) kehilangan martabat diri
Suatu hadis diterima dari Hudzifah bahwa Nabi saw bersabda:
“Wahai manusia, hati-hatilah (takutlah) pada zina, Karena (bila dilakukannya) ada enam macam siksa. Tiga macam siksa di dunai dan tiga lagi di akhirat. Siksa di dunia adalah: Akan kehilangan kehebatan (martabat baik dirinya, mengakibatkan kesengasaraan, dan akan berumur pendek (cepat mati). Sementara itu tiga siksa di akhirat ialah: Kemurkaan Allah swt, hisaban yang jelek, dan siksa neraka”.
Semua ayat-ayat al-Quran dan hadis di atas agar seseorang tidak dengan mudah melakukan perzinaan atau berbuat porno. Dimulai dengan memelihara diri dari pergaulan, obrolan, sampai kepada perilaku yang membawa kepada perzinaan seperti berdekatan dengan perempuan dan lain-lain. Maka pornografi dan pornoaksi yang merupakan penggambaran lewat tulisan, lukisan, bahkan langsung peragaan sipelaku merupakan perbuatan haram. Bagi perbuatan pornografi dan pornoaksi ini belum ada landasan hukumnya (hudud) dalam al-Quran dan hadis secara eksplit dan rinci, maka pemerintah berkewajiban menetapkan ta’zir lewat undang-undang dan itu merupakan hak kaum muslimin yang mayoritas dan hak pemerintah Republik Indonesia yang dijamin UUD. Segala produk hukum tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma Ilahiyah, sebagaimana tercantum pada pasal 29.
Tidak ada ketentuan secara eksplisit dalam hudud Islam bagi para pelaku pornografi dan pornoaksi. Bila perbuatan porno bisa mendapat hudud dengan rajam atau dera, tetapi yang penggambaran belaka diserahkan kepada pemerintah untuk menetapkan keputusan hukumnya, yang dalam bahasa fikih disebut ta’zir. Ta’zir tersebut berat dan ringannya diserahkan kepada telaah hakim yang ketentuan bisa dengan penjara atau hukuman lain yang setimpal yang mungkin disertai dendaan berupa material. Dalam KUHP sekarang sudah ada pasal 282 dan 283 tentang pelanggaran kesusilaan. Bila dapat dilaksanakan dapat mencegah kriminalitas yang disebabkan pornografi dan pornografi. Dengan adanya RUU APP, akan lebih dieksplisitkan, sehingga kepastian hukumnya ke depan lebih eksplisit.
C. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Pornografi-Pornoaksi
Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) merupakan rancangan produk hukum yang diusulkan oleh DPR pada tanggal 14 Pebruari 2006, yang secara anatomis-fungsional terdiri dari 11 bab dan 93 pasal (pra revisi) yang mengatur masalah pornografi dan pornoaksi. Draf RUU APP ini merupakan warisan dari komisi VI DPR periode 1999-2004. RUU APP dimaksudkan sebagai pencegahan terhadap segala bentuk kejahatan (kelamin) serta menciptakan ruang kehidupan yang lebih berbudaya dan bermoral.
Kehadiran RUU APP, serta merta mengundang berbagai tanggapan yang bernada pro dan kontra. Menurut kalangan yang pro dengan RUU APP, regulasi ini dianggap penting sebagai penjaga moral ditengah arus globalisasi dan budaya permisif. Kelompok yang tergabung dalam kubu pro ini biasanya dari kalangan agamawan, pendidik, orang tua dan santri. Sementara yang kontra di antaranya para pebisnis, pelaku, pemilik media, seniman, artis dan pegiat perempuan melihat regulasi ini hanya akan memasung kreativitas seniman, memenjarakan perempuan, dan meningkatkan kekerasan terhadap perempuan dari pada memberi perlindungan hukum.
Munculnya perlakuan yang tidak sejajar terhadap perempuan dalam perkembangannya di era modern ini dinilai sangat bertentangan dengan misi luhur dalam deklarasi HAM universal yang seniscayanya diakui oleh tiap-tiap negara di dunia ini. Oleh beberapa pihak dikatakan, jika menggunakan pendekatan HAM, maka seksualitas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hak dasar semua manusia, yang mencakup hak dasar semua manusia, hak untuk mempunyai dan mengekspresikan identitas seksual, serta hak untuk memegang kendali atas seksualitas pribadi tanpa diskriminasi dan kekerasan. Menggunakan acuan ini, maka RUU APP sangat bertentangan dengan HAM.
Opini yang mengatasnamakan HAM ini seringkali melupakan substansi RUU ini dibuat, bahwa semua aksi-aksi sebagai pornografi-pornoaksi adalah memasuki ruang publik dan meresahkan masyarakat. Peran negara untuk membuat regulasi yang bermaksud untuk menghormati HAM di satu sisi dan moralitas atau norma-norma sosial di sisi lainnya, agar masyarakat dapat hidup teratur an terciptanya soliditas kelompok atau masyarakat tersebut.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka rancangan regulasi tentang pornografi-pornoaksi ini, sesuai dengan ketentuan dalam bagian menimbang disebutkan bahwa meningkatnya pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi serta penyelenggaraan pornoaksi dalam masyarakat saat ini sangat memprihatinkan dan dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan masyarakat yang dilandasi nilai-nilai ketuhan yang Maha Esa.
Pencegahan juga dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Sakhyan Asmara mengemukakan bahwa “agama merupakan salah satu faktor utama yang dapat memberantas, mencegah, menanggulangi pornogarafi-pornoaksi, maka langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan diantaranya adalah: menambah jam tatap muka materi pelajaran agama dan memasukan nilai-nilai agama pada seluruh materi pelajaran, mengajukan program tayangan pendidikan umum dan pendidikan Agama ke media Televisi, menertibkan cara berpakaian dan bau sekolah peserta didik; menambah atau memberikan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Langkah-langkah kegiatan tersebut bertujuan untuk: meningkatkan keimanan dan ketaqwaan; meningkatkan kualitas moral dan akhlak; mencerdaskan kualitas fisik, mental, moral, akhlak dan sosial; mencegah dekadensi moral dan akhlak peserta[13].
Berangkat dari kenyataan inilah, maka penyadaran terhadap masyarakat terhadap bahaya pornografi-pornoaksi ini tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Harus terorganisir, terus menerus, dan tidak kenal lelah. Untuk hal itulah antara lain, Perhimpunan Masyarakat tolak pornografi lahir pada tanggal 26 Juli 2000 dan telah dikukuhkan dalam akte notaris No. 3, tertanggal 31 Mei 2005. Awalnya Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) berupa konsorsium; dideklarasikan oleh 19 organisasi massa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mereka itu antara lain Media Ramah Keluarga (MARKA), Pusat advokasi hukum dan HAM, kasatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan sebagainya[14].
Secara garis besar, kegiatan MTP meliputi dua aspek; kampanye penyadaran tentang bahaya pornografi-pornoaksi ke masyarakat dan perjuangan regulasi/hukum kepada pemerintah dan DPR. Kampanye kepada masyarakat telah dilakukan, antara lain memberikan penyadaran masyarakat melalui media massa, forum-forum diskusi, seminar-seminar, membuat surat protes di media Massa bila ada tayangan yang cenderung pornografis, melakukan audiensi dengan instansi terkait seperti media massa, dewan pers, serta melakukan gerak spanduk tolak pornografi dan juga demonstrasi-demonstrasi.
Secara hukum, perjuangan yang tengah diupayahkan adalah mendesak lahirnya regulasi tentang hal tersebut. Karena gerakan penyadaran pada masyarakat tentang bahaya pornografi-pornoaksi tanpa diikuti dengan regulasi maka tidak efektif karena sesaat masyarakat tersadar, namun sedetik kemudian akan hancur oleh terpaan gelombang materi pornografi.
Regulasi ini penting hadir di Indonesia, dalam upaya melindungi seluruh masyarakat, khususnya anak-anak, remaja dan perempuan.Apalagi Indonesia merupakan masyarakat yang religius, multikultural, berakhlak mulia, berkepribadian luhur dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam wacana yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pornografi adalah tulisan atau gambar yang dimaksudkan untuk membangkitkan nafsu seksual orang yang melihat dan membacanya. Sedangkan pornoaksi adalah suatu penggambaran aksi gerakan yang dapat memancing bangkitnya nafsu seksual
Pornografi dan pornoaksi dalam RUU APP adalah bentuk ekspresi visual berupa gambar, lukisan, tulisan, foto, film atau yang dipersamakan dengan film atau video, terawang, tayangan, atau media komunikasi lainnya yang sengaja dibuat untuk memperlihatkan secara terang-terangan atau tersamar kepada publik alat vital dan bagian-bagian tubuh serta gerakan-gerakan erotis yang menonjolkan sensualitas dan/atau seksualitas, serta segala bentuk perilaku dan seksual dan hubungan seks manusia yang patut diduga menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada orang lain.

2. Hukum Islam secara tegas mengatur bagaimana cara orang memelihara tubuh. Tubuh adalah amanah Allah yang wajib dipelihara oleh setiap insan demi menjaga kehormatan.Salah satu upaya memelihara kehormatan diri adalah mencegah dan memberantas maraknya pornografi-pornoaksi.Pornografi-pornoaksi dalam Islam masuk dalam kategori zina dan Islam melarang sekedar mendekatinya :
wur (#qç/tø)s? #’oTÌh“9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$y™ur Wx‹Î6y™ ÇÌËÈ
Sejumlah mufassir menjelaskan bahwa yang dimaksud mendekati zina adalah seperangkat niat, perkataan dan perbuatan yang mendorong ke arah zina. Termasuk dalam kategori zina adalah sengaja berduaan antara laki-laki dan perempuan, mengucapkan ungkapan-ungkapan yang merangsang, mempertontonkan bagian-bagian yang merangsang baik secara langsung maupun melalui gambar-gambar porno yang merangsang birahi.

3. Upaya mencegah dan memberantas pornografi-pornoaksi adalah
a. Secara hukum, mendesak lahirnya regulasi tentang hal tersebut. Karena gerakan penyadaran pada masyarakat tentang bahaya pornografi-pornoaksi tanpa diikuti dengan regulasi maka tidak efektif karena sesaat masyarakat tersadar, namun sedetik kemudian akan hancur oleh terpaan gelombang materi pornografi. Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) dimaksudkan sebagai pencegahan terhadap segala bentuk kejahatan (kelamin) serta menciptakan ruang kehidupan yang lebih berbudaya dan bermoral.
b. Pencegahan juga dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Maka langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan diantaranya adalah: menambah jam tatap muka materi pelajaran agama dan memasukan nilai-nilai agama pada seluruh materi pelajaran, mengajukan program tayangan pendidikan umum dan pendidikan Agama ke media Televisi, menertibkan cara berpakaian dan bau sekolah peserta didik; menambah atau memberikan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Langkah-langkah kegiatan tersebut bertujuan untuk: meningkatkan keimanan dan ketaqwaan; meningkatkan kualitas moral dan akhlak; mencerdaskan kualitas fisik, mental, moral, akhlak dan sosial; mencegah dekadensi moral dan akhlak peserta.
c. Penyadaran terhadap masyarakat terhadap bahaya pornografi-pornoaksi ini tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Harus terorganisir, terus menerus, dan tidak kenal lelah.






DAFTAR PUSTAKA

Burhan Bungin, Pornomedia: Konstruksi Sosial Tekhnonolgi Telematika & Perayaan Seks di Media massa , Cet.I; Bogor: kencana, 2003.
Hasan Hathout, Panduan seks Islami, Jakarta: Zahrah, 2008.
http://riani.brainuse.com/tulisan-di-media/fenomena-pornografi-dan-pornoaks. htm.
http://www.indomedia.com/bpost/022006/19/ragam/ragam1.ht
Majalah pantau, Nomor 21 Januari 2002
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Neng Djubaedah, Pornografi dan pornoaksi ditinjau dari segi Hukum, Jakarta: Kencana,203.
Purwadarminta, KAMUS besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, Pasal I, Bab I Ketentuan Umum, http://ruuappri.blogsome.com/category/I/32
Sayuti Thalib, Receptioa Contrario, Cet. III, Jakarta: Bina Aksara, 1982.
Siti Musdah Mulia, Menolak Pornografi:memberdayakan Perempuan,dalam Jurnal umum studi Keislaman Ulumuna, vol.x, No.2, Edisi Juli-Desember 2006.

[1] Siti Musdah Mulia, Menolak Pornografi:memberdayakan Perempuan,dalam Jurnal umum studi Keislaman Ulumuna, vol.x, No.2, Edisi Juli-Desember 2006, h. 237-238.
[2] Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan, pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi.Purwadarminta, KAMUS besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.696.
[3] Majalah pantau, Nomor 21 Januari 2002
[4] Burhan Bungin, Pornomedia: Konstruksi Sosial Tekhnonolgi Telematika & Perayaan Seks di Media massa , ( Cet.I; Bogor: kencana, 2003), h. 154-155
[5] RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, Pasal I, Bab I Ketentuan Umum, Lihat http://ruuappri.blogsome.com/category/I/32
[6] Neng Djubaedah, Pornografi dan pornoaksi ditinjau dari segi Hukum,(Jakarta: Kencana,203), h.138.
[7] Kata ketimuran yang dimaksud adalah manusia sebagai individu yang dimana bangsanya memiliki norma, etika, adat istiadat, kebiasaan, akhlak, watak, dan cara berpikir yang sangat kaku, ni karena dipengaruhi oleh perjalanan sejarah kebudayaan bangsa dan nilai-nilai agama yang banyak mempengaruhinya.
[8] http://www.indomedia.com/bpost/022006/19/ragam/ragam1.ht

[9] Hasan Hathout, Panduan seks Islami,( Jakarta: Zahrah, 2008), h. 156
[10] Ibid, h.26
[11] Sunan Abi Daud, Tahqiq Muhammad ‘Abdul ‘Aziz al-Khalidi, Beirut: Dar ihya as-Sunnah an-Nabawiyah, Jilid III, Hadis no.4104.
[12] Abdullah Shonhaji dkk, Tarjamah Sunan Ibnu Majah, Jilid 3 (Semarang; Asy-syifa, 1993), h.347
[13] http://riani.brainuse.com/Tulisan-Di-Media/Fenomena-Pornografi-Dan-Pornoaks.htm.
[14] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar