Minggu, 01 Maret 2009

Islam di Prancis

PERKEMBANGAN ISLAM DI PRANCIS
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian sosiologi dan demografis menyatakan bahwa, Eropa tidak bersentuhan dengan Islam kecuali hanya baru-baru ini saja. Akan tetapi Islam sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari Eropa. Eropa dan dunia Islam telah saling berhubungan dekat selama berabad-abad.Islam hadir di benua Eropa sejak pertama kali Islam datang melalui perdagangan dan diplomasi. Sejarah kedatangan kaum muslimin ini dapat ditelusuri dalam empat fase, yaitu; periode pertama, periode kekhalifaan Islam di Spanyol, pulau Mediterrania, kantong-kantong kecil di Prancis Selatan, Sicilia, dan Italia Selatan[1], periode ini berakhir dengan dikalahkannya bangsa norman di Sicilia dan Italia Selatan pada abad ke 11 serta tuntasnya penaklukan kembali Spanyol dengan direbutnya Granada oleh penguasa Kristen pada tahun 1492. Yang ditinggalkan dari masa tersebut adalah khazanah intelektual dan kultural Eropa. Periode kedua berkaitan dengan penyerbuan tentara Mongol paa abad ke 13. Setelah pertemuan dengan kaum muslimin berlangsung, beberapa generasi penguasa Mongol masuk Islam. Periode ketiga adalah periode ekspansi kekhalifahan Turki Usmani ke wilayah Balkan dan Eropa tengah pada abad ke 14 dan ke 15. Salah satu peninggalan yang terbesar adalah orang Turki yang hingga saat ini masih aktif dalam melakukan Islamisasi baik bagi penduduk wilayah tersebut, hingga Albania menjadi negara dan penduduk mayoritas muslim hingga saat ini dan beberapa kelompok etnis Slavia, Bosnia Hercegovina, dan beberapa bagian negara Bulgaria. Periode keempat adalah periode kedatangan kaum muslimin di Eropa Barat. Periode ini merupakan migrasi kaum muslimin dalam jumlah besar terutama ke Prancis, Jerman , Inggris setelah perang dunia kedua. Inilah kemudian yang disebut dengan komunitas muslim baru di Eropa[2].
Komunitas-komunitas muslim yang sekarang hidup di Eropa dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, Komunitas yang bertahan hidup dengan kejatuhan imperium Usmani, terkonsentrasi di Eropa Timur. Kedua, komunitas yang berimigrasi karena kolonisasi Eropa masa lalu di negeri-negeri muslim, terkonsentrasi di Eropa Barat[3].
Salah satu negara besar Eropa yang mengalami kemajuan dalam perkembangan Islam dewasa ini adalah Prancis. Lalu kapan Islam masuk ke Prancis dan bagaimana perkembangannya? Makalah ini menjawab pertanyaan tersebut dengan menyajikan data masuk dan perkembangan Islam di Prancis.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah pokok yang dibahas dalam makalah ini adalah “ Bagaimana perkembangan Islam di Prancis”?. Dengan sub-sub masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Islam masuk ke Prancis?
2. Bagaimana perkembangan Islam di Prancis?
3. Hambata-hambatan apa saja yang dihadapi Islam di Prancis?

II. PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam Di Prancis
Perkenalan Prancis dengan Islam sudah berlangsung lama, pada abad X Islam mencoba memperluas daerah kekuasaannya, tetapi gagal sebab di abad pertengahan ini, Islam sibuk menghadapi perang salib dan akhirnya mereka meninggalkan Prancis[4]. Demikian pula Prancis pernah menjajah negeri-negeri Islam seperti Aljazair, Maroko, Tunisia, Senegal, Mali dan libanon. Bahkan Prancis pernah menjadikan Aljazair sebagai salah satu provinsinya[5]. Selanjutnya bangsa Prancis pernah menginjakkan kakinya di Mesir di saat Napoleon menaklukan Mesir pada tahun 1798. Penaklukan ini sudah lama diinginkan oleh Raja Louis XIV untuk memudahkan jalur perdagangan melalui Laut Merah dan Laut Tengah menuju ke Timur dan ke India[6].
Masuknya Islam di Prancis ini menjadi signifikan bersamaan dengan kolonialisasi Prancis di Afrika Utara yang dimulai ada tahun 1830. Para pedagang dikenal dengan istilah turcos datang dari Aljazair setelah tahun 1850, menyusul kemudian imigran Maroko yang bekerja di dermaga Merseilles, kontruksi pembangunan kota Paris dan di sektor pertambangan di Prancis bagian selatan.
Sesudah perang dunia I, Prancis sangat kekurangan tenaga kerja dan untuk mengejar kekurangan ini imigrasi orang-orang Aljazair pun didorong. Pada tahun 1924 penduduk muslim mencapai 120.000 orang. Imigrasi muslim ke Prancis ada kecenderungan naik setelah perang dunia II, dengan penduduk muslim mencapai 240.000 pada tahun 1950[7].
Pada awal abad XX, gelombang pekerja berdatangan lagi ke Prancis, utamanya setelah Aljazair merdeka tahun 1962. Pekerja itu terdiri atas warga Aljazair, Maroko, dan Tunisia. Pada tahun 1974 pemerintah Prancis mengeluarkan deregulasi tentang bolehnya membawa istri dan keluarga bagi para pekerja tersebut.
Seiring dengan perkembangan waktu, jumlah orang-orang Islam bertambah dan semakin plural. Hal ini ditandai dengan hadirnya pendatang Turki, Afrika (Senegal, Mali, Mauritania), Timur Tengah (Mesir, Siria, Iraq, Lebanon), Asia Barat dan Tengah (Iran, Afganistan,Pakistan). Disamping pekerja, masuk pula para pelajar, intelektual, dan professional muslim di Prancis ini yang menyebabkan Islam secara perlahan namun pasti mengalami perkembangan dan pertambahan hingga Islam menjadi agama kedua di Prancis setelah Kristen.
B. Jumlah Komunitas Muslim
Jumlah kaum muslim di Prancis jika dihitung secara pasti memang agak sulit, tetapi memperkirakannya sesuai dengan sensus boleh jadi dapat membantu memprediksi jumlah masyarakat muslim.Secara umum komunitas muslim di Prancis terdiri atas empat unsur:
1. Orang asing yang berasal dari negara muslim yang sudah lama di Prancis. Pada sensus tahun 1990 dilaporkan berjumlah 614.207 (Aljazair), 575.652 (Maroko), 206.336 (Tunisia)197.712 (Turki).
2. Orang Aljazair yang berkebangsaan Prancis. Sejak Aljazair merdeka, sebagian mereka ada yang pindah ke Prancis dan memilih menjadi warga negara Prancis. Menurut data yang ada, mereka berjumlah kurang lebih 500.000 orang.
3. “Prancis Baru” yaitu muslim yang mendapatkan hak kewarganegaraan akibat kelahiran atau naturalisasi. Mereka ini memiliki akses yang cukup luas untuk berkiprah di masyarakat Prancis.
4. Komunitas Prancis yang memeluk Islam. Komunitas ini memiliki peran penting yang memberikan mediasi antara masyarakat muslim dengan masyarakat Prancis pada umumnya[8]. Mereka inilah yang secara nasional dan natural dianggap sebagai penduduk asli Prancis yang mengetahui seluk beluk budaya dan peradaban masyarakat Prancis. Olehnya itu sangat wajar, jika mereka menjadi penghubung utama antara masyarakat muslim dari berbagai etnis dengan masyarakat Prancis pada umumnya. Menurut sensus tahun 1990, jumlah laki-laki muslim 60% dibanding perempuan yang mencapai 40%. Akan tetapi menurut J.L.Esposito[9], angka ini kemungkinan besar akan berubah mengingat banyaknya imigran perempuan Turki yang masuk ke Prancis.
Pada tahun 2003, laporan intelejen Perancis menyebutkan sejumlah pemeluk Islam baru di Perancis tahun itu mencapai jumlah 50 ribu orang. Disebutkan pula bahwa kebanyakan mereka memeluk Islam atas upaya Jamaah Da’wah wa Tabligh yang berbasis di Pakistan dan memusatkan banyak kegiatannya di ibukota Perancis, Paris. Dalam laporan intelejen yang disebarkan oleh harian Le Figaro, disebutkan, “Fenomena pemeluk Islam menjadi perhatian di Paris dan mengundang perhatian lebih serius”.
Gerakan pemelukan Islam banyak terjadi di sektor Aison, sebuah lokasi di Selatan Paris. Di tempat itu saja disebutkan ada sekitar 1000 hingga 2000 orang Perancis yang memeluk Islam di antara total penduduk 50 ribu orang Perancis yang tinggal di sana. Secara umum jumlah Muslim di Perancis berjumlah 6 juta orang. Menurut laporan Islamic Center Eifrey, wilayah di Aison, hampir setiap pekan ada dua sampai tiga orang yang masuk Islam. Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa kebanyakan orang Prancis yang memeluk Islam umumnya adalah orang-orang yang tidak memiliki keyakinan agama sebelumnya, lalu mereka mendapatkan Islam yang mengisi kekosongan rohani mereka. Di samping itu ada juga yang sebelumnya memiliki kaitan dengan peradaban Kristen tapi kemudian mereka memeluk Islam.
Jamaah Dakwah wat Tabligh yang berbasis di Pakistan disebutkan cukup banyak berperan besar menjadikan para pemuda perancis masuk Islam. Dijelaskan bahwa di Aison misalnya, ada sekitar 400 orang anggota Jamaah Tabligh dan simpatisannya di sana. Merekalah yang menyerukan berbagai siraman rohani sehingga diterima oleh para pemuda kampung[10].
Dalam praktek keagamaan sehari-hari, tampak pola keberagamaan menggunakan mazhab sunni karena mayoritas mereka berasal dari Afrika Utara. Meski demikian, terdapat pula akulturasi budaya dan pola keagamaan dari dunia Islam lainnya.
Wilayah-wilayah yang dihuni muslim tidaklah homogen di seluruh daerah-daerah utama Prancis. Mereka menyebar keberbagai pelosok dan membaur dengan masyarakat Prancis. Pada umumnya mereka sebagai pekerja kasar yang tinggal di daerah pusat industri kota Paris dan di daerah selatan lembah Rhone serta di bagian Timur dan Barat.
Di samping itu perkembangan Islam secara kuantitas ini akan terus meningkat, mengingat Islam akan terus dianut oleh mereka yang terlahir dari keturunan muslim yang secara konsisten memegang teguh ajaran agamanya. Ajaran Islam yang begitu dikenal di permukaan antara lain sholat, perayaan idul fitri/adha, puasa, khitan dan penguburan jenazah.

C.Aktifitas Sosial dan Keagamaan
1. Aktifitas sosial
Pada mulanya Islam di Prancis begitu identik dengan tempat kerja seperti pabrik dan asrama serta tampak menjadi komunitas tidak menetap (berpindah-pindah) sesuai dengan situasi dan kondisi. Akan tetapi sejak tahun 1974 ketika kebijakan reuninfikasi famili dikeluarkan pemerintahan mereka tampak stabil dan eksistensi mereka begitu signifikan di berbagai sector riil seperti proyek perumahan, sekolah dan penataan kota.Terlebih lagi bagi pekerja imigran, keberadaan suami/istri dan anak-anak membuang ide mereka jauh-jauh untuk kembali ke tanah kelahiran.
Hanya saja irama dan ritme kehidupan sehari-hari tanpa semakin kompetitif dan terkadang diisi dengan konflik dalam masyarakat yang kurang begitu ramah menyambut kedatangan mereka.Norma dan nilai kehidupan begitu sulit dimengerti di dalam populasi yang begitu ramah meyambut keberadaan mereka. Norma dan nilai kehidupan begitu musykil (sulit dimengerti) di dalam populasi yang begitu plural semacam ini. Identitas muslim sebagai identitas budaya merupakan salah satu tumbuhnya sintemen tersebut.
Kondisi semacam ini berakhhir pada tahun1970-an dengan dibukanya sarana ibadah diberbagai tempat seperti di pabrik Renaul Bilancourt, ditambah pula dengan adanya mogok kerja pekerja yang dilakukan pada tahun 1982-1983, Islam kembali menjadi faktor yang diperhitungkan, sebab mayoritas pekerja adalah muslim.
Pada saat yang bersamaan komunitas muslim juga berperan aktif dalam berbagai kegiatan sektor termasuk sektor perdagangan.Komoditi berlabel halal tidak sulit ditemukan di toko-toko. Sementara sarana ibadah semakin bertambah. Penelitian resmi menyebutkan ada 1.035 sarana ibadah menjelang tahun 1989, sementara tahu 1983 hanya mencapai 255 buah. Itu berarti ada penambahan sebanyak 780 buah sarana ibadah dalam rentang waktu 6 tahun. Di samping itu bukan pemandangan yang asing lagi bila di jalan ditemukan wanita yang berjilbab.

2. Aktifitas keagamaan
Lahirnya undang-undang 3 Oktober 1981 tentang hak berserikat dan berkumpul memberikan angin segar bagi masyarakat muslim. Negara menjamin kebebasan memeluk dan menjalankan syariat agama masing-masing pemeluknya. Prancis menerapkan konsep sekularisme[11]. Dan inilah kemudian menumbuhkan spirit munculnya organisasi-organisasi Islam di seluruh Prancis yang menjadi bagian dinamika dari gerakan dakwah.
Organisasi masyarakat muslim ini dapat dikelompokan menjadi dua yaitu organisasi kebudayaan dan keagamaan. Organisasi keagamaan bercirikan visi dan misi kegamaan yang dilengkapi dengan gedung dan pendanaan.Slogan “seiman dan seagama” menjadi jargon mereka dalam menghidupi organisasi ini. Dengan memperkenalkan Islam sebagai sebuah agama Univesal, gerakan ini memainkan peranan penting dalam aktifitas social-keagamaan. Berdasarkan jenis kajian dan gerakan dakwahnya organisasi tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Organisasi Islam yang bergerak dalam kegiatan dakwah di samping berbagai layanan keagamaan sosial bagi anggotanya, seperti peningkatan kesalehan diri, imam dan praktik (foi et pratique) yang merupakan cabang dari gerakan Islam dakwah Jamaah Tabligh (Jama’at at-Tabligi wa ad Da’wah) kelompok-kelompok dakwah yang berpusat di Pakistan, Gerakan Ikhwanul Muslim di Mesir.
b. Organisasi yang kurang memperlihatkan ciri yang kurang Islam dibandingkan yang pertama. Kebanyakan dari mereka berusia muda dan cenderung mengaitkan diri dengan kebudayaan negeri asal mereka.Seperti Generastion Egalite (Generasi Kesamaan), dan Generation Beur (Generasi Imigran Afrika Utara), mewakili protes kalangan muslim muda yang diperlakukan sebagai kelas kedua.Sementara itu, organisasi kaum muslim Prancis keturunan Aljazair merupakan bagian kelompok oposisi politik yang sering menjadi unsur penting dari kelompok faksional Aljazair. Tujuannya adalah mengkaji relevansi kehidupan social Islam di tengah masyarakat sekuler Prancis, serta mencari paradigma socio-cultural Islam yang berorientasi kepada nilai-nilai cultural dan social masyarakat.
Untuk mengkoordinasi berbagai organisasi yang tumbuh dan berkembang, maka di negeri ini dibentuklah (Nationaal Federation of Muslim France atau Federation Nationale des Musulmans de France (FNMF) berusaha memperebutkan pengaruh di dalam komunitas muslim dan Masjid Paris (Organisation de Islamiques de Frence) berada dibawah naungan Departemen Dalam Negeri Prancis yang sering mengadakan diskusi keislaman di Prancis, menggagas berbagai macam diskusi.
Sementara itu, sikap akomodatif dari pemerintah prancis diwujudkan dalam bentuk conseil Religieux de I’slam en Frence (Dewan Keagamaan Islam di Prancis) COIRIF di bawah naungan Departemen Dalam Negeri. Dewan ini terdiri dari beberapa pemuka muslim yang diberi tugas untuk melakukan pengajian masalah-masalah kaum muslim Prancis.
Konsekkuensinya adalah munculnya persoalan tertentu di tengah komunitas kaum muslimin untuk menentukan:
1. Pegawai yang bertanggungjawab dalam penyembelihan binatang dan mendapatkan sertifikat dari pemerintah.
2. Koordinasi penetapan awal dan akhir bulan ramadhan
3. Bentuk dan ukuran kuburan muslim
4. Pegawai rohaniawan yang bertugas di rumah sakit, penjara dan barak tentara.
Usaha untuk mendirikan Institute Teologi yang bertujuan mencetak para pemimpin agama tidak pernah terwujud.Tahun 1992, UOIF telah mewisuda alumni sekolah teologi akan tetapi tidak didukung oleh organisasi organisasi Islam lainnya. Oleh karena itu NFMF dan mesjid Paris masing-masing mendirikan institute di akhir tahun 1993.
Secara kelembagaan , Islam dan Kristen memiliki hubungan yang cukup harmonis Prancis merupakan Negara barat dimana sebuah kantor untuk hubungan Islam dibuat oleh gereja Katolik pada tahun 1973 dan dibentuk komisi Islam–Gereja Katolik yang kemudian diikuti oleh Protestan.
Perkembangan Ilmu Keislaman
Salah satu ilmu keislaman yang berkembang di Prancis adalah bahasa Arab. Bahasa Arab sebagai bahasa Alquran berkembang seirama dengan perkembangan Islam. Lembaga yang bernama Guillume Postel di College de France, didirikan tahun 1539 merupakan sebuah lembaga yang begitu concern dengan pembelajaran bahasa Arab, budaya dan sastra timur[12]. Professor pertama yang dinominasikan mengajar bahasa Arab di Universtas ini adalah Sylvestre de Sacy. Pakar lainnya adalah William Marcais.
Pentingnya bahasa Arab diajarkan di Prancis sebagai bahasa asing mengingat banyaknya imigran asing terutama dari Afrika Utara, Tunisia, Maroko dan Aljazair datang ke Prancis. Sekarang ini bahasa Arab di Prancis setara dan diajarkan bersamaan dengan bahasa Inggris, Jerman dan bahasa dunia lainnya dijenjang pendidikan formal.
Selanjutnya E.Levi Provencal (1894-1956) adalah seorang yang mempelajari bahasa, sejarah dan sastra Arab di Prancis. Ia memulai kariernya di lembaga Des Hautes d,Etudes dan menghabiskan waktunya di Universitas Aljazair. Kembali ke Prancis setelah perang dunia kedua dan mendirikan institud E’tudes Islaiques yang masih tetap eksis di sarbonne. Lembaga lainnya diSarbonne ini adalah lembaga filologi dan sastra arab didirikan oleh R. Blachere[13]. Lembaga ketiga yang memfokuskan pada kajian yang sama adalah di Bordeaux dipimpin oleh Professor R.Brunschving. Pusat kajian ke empat di Lyions dipimpin oleh Professor T.Fahd Claude Cahen.
Selain lembaga-lembaga pendidikan di atas, terdapat pula sejumlah universitas yang mengkaji ilmu-ilmu keislaman (Islamic Studies) di Prancis. Universitas tersebut adalah Nancy University, Clertmont – Ferrand, Toulouse, Rennes dan Lille, bahkan menteri Pendidikan Prancis Alain Savaryresm, pada tahun 1983 memutuskan bahwa kajian-kajian bahasa Arab dianggap prioritas nasional di Prancis. Hanya saja kendala utama yang dihadapi Prancis adalah minimnya sumber daya manusia yang sanggup mengajarkan studi-studi keislaman ini.
Pada bidang akademika, juga berkembang artikel.Salah satu di antaranya adalah terbitnya artikel “Perspertive” oleh Robert Brunshving berbentuk jurnal studia Islamica yang menguraikan beberapa pendekatan baru bagi para Islamolog. Ia juga menerbitkan karya “Etudes d’ Islamaologie” berisi tentang studi keislaman yang berkaitan dengan isu-isu social dan cultural.
Salah seorang cendekiawan yang pemikiran keislamannya begitu mengglobal dan memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam kajian-kajian studi keislaman dunia terutama di bidang islamologi, filsafat, bahasa, ilmu social, filologi dan lain-lain di Prancis adalah Muhammad Arkoun[14]. Dialah guru besar dan mantan direktur Institude of Arab and Islamic di Universitas Sorbonne serta Editor Jurnal Arabica.
Cendikiawan muslim lainnya dari Prancis adalah Dr. Bruno Giuderdoni, ahli Astrofisika dari Universitas Paris.Ia pernah menjadi salah satu bintang dalam Konferensi Riset Sains dan Spiritual II (Science and Spiritual Quest, disingkat SSQ). Bruno satu-satunya ilmuan muslim yang berbicara dalam perhelatan ilmuwan dunia di gereja Memorial Universitas Harvard, Amerika Serikat. Ia secara fasih berbicara tentang teori kosmologi mutakhir, misalnya pengembangan kaotik (chaotic inflation) yang dihubungkan dengan konsep Islam. Bruno mendapatkan gelar doctor di bidang tersebut pada tahun 1986 di universitas Paris. Setelah menjadi guru fisika di SMU Prancis di Maroko selama dua tahun, Bruno memeluk agama Islam pada tahun 1987 dan mengubah namanya menjadi Abdul –al Haqq.
Sejak 1988, Bruno bekerja di the Paris institute of Astrphysics, yang didukung The French National Center for Scientific Reseach. Bidang riset utamanya kosmologi ovservasi, dan lebih khusus pembentukan galaksi dan evolusi. Dalam bidang ini Bruno telah menerbitkan 80 buah makalah dan mengorganisasikan berbagai konferensi International. Bruno kini anggota Dewan Penasehat Yayasan Jhon Templeton (AS) dan Dewan Penasehat Sains pada Program SSQ II tersebut.
Di luar karier resmi, Bruno mengelola program televise “mengenal Islam”, yang ditayangkan saluran televisi pemerintah Prancis setiap ahad pagi. Bersama beberapa koleganya, ia juga mendirikan Lembaga Islam untuk sudi lanjut pada tahun 1995, yang bertujuan membantu warga muslim di Eropa menemukan dimensi intelektual dalam Islam. Selain menyampaikan berbagai ceramah tentang spiritualitas, dialog antar agama, dan hubungan sains dan agama, Bruno telah menerbitkan 40 makalah tentang teologi dan mistik Islam[15].

D. Hambatan-hambatan yang dihadapi Islam di Prancis
Meski Islam berkembang pesat di Prancis , bukan berarti Islam tidak mengalami hambatan. Pluralitas masyarakat, faktor sintimen ekonomi, social, ras dan juga agama memicuh terjadinya kecemburuan (konflik) di tengah-tengah masyarakat.
Problem yang tak kalah seriusnya adalah soal identitas keislaman. Prancis yang menganut sistem sekuler (pemisahan agama dan negara), tentu menghadapi kendala-kendala tertentu bagi hak-hak keberagamaan para muslim. Soal persediaan makanan halal misalnya, atau hak mengenakan jilbab bagi muslimah di ruang-ruang publik, termasuk di sekolah, kerap mewarnai tarik ulur ketegangan antara komunitas muslim dengan pemerintah.
Menteri Dalam Nageri Prancis sebelum Sarkozy, Charles Pasqua, pernah bersumpah akan menyapu bersih kaum fundamentalis Islam” dari negerinya. Menurutnya, Prancis adalah negara sekuler. Karenanya semua muslim Prancis harus menyesuaikan diri dengan keadaan misalnya berpakaian ala eropa. Pasqua membeberkan kecurigaannya terhadap Islam sebagai ancaman atas kepentingan tradisi dan budaya Prancis.
Selain itu Pasqua juga tak menghendaki pelajaran Agama Islam diajarkan di sekolah. Beberapa buku Islam yang selama ini dipakai dinyatakan terlarang. Dengan dalih melanggar hokum, Pasqua juga melarang dibukanya beberapa madrasah yang mempelajari al-Qur’an. Kepada warga non Muslim, ia menyeruhkan agar waspada akan segala hal yang berbau Islam seperti jilbab[16].
Pasqua gencar melakukan kampanye “pengosongan kaum imigran”. Ia berdalih, Prancis tidak lama lagi akan menjadi “Negara Imigran”. Kecemasan pasqua dan kalangan pemerintah Prancis itu antara lain karena agama atau nilai-nilai Islam yang dianut para imigran ketika di negeri asalnya, tetap dipertahankan dalam kehidupannya di Prancis, sehingga turut berperan besar dalam penyebaran Islam di Negara itu apalagi umat Islam tanpa berupaya eksis dan menunjukkan keislamannya, tanpa harus larut dalam budaya Prancis (Barat). Tak heran jika Charles Pasqua berteriak ketakutan: “ Kami ingin Islam mau mengikuti aturan main yang berlaku di Prancis.”
Kondisi ini diperparah lagi setelah terjadinya serangan 11 September 2001 yang menghancurkan gedung Word Trade Center (WTC) di Amerika. Islam tertuduh sebagai agama teroris”[17].
Menurut laporan kepolisian Prancis, pada tanggal 7 April 2004, mesjid agung di Strasburg dibakar dan dindingnya digambari salib. Polisi mensinyalir kelompok Kristen yang menjadi actor intelektuanya.Pada April 2003 lalu, muslim Prancis membentuk sebuah lembaga bernama French Council for the Muslim Religion atau dewan Nasional Muslim Prancis yang dipimpin Imam Masjid Paris, Dalil Boubakeur, asal Aljazair yang bermukim di Paris. Kalangan politisi dan pejabat Prancis sudah lama merasa cemas akan perkembangan Islam yang kian hari kian banyak jumlah pemeluknya. Ditambah keberanian berekspresi seperti memakai jilbab, perkembangan itu menimbul kekhawatiran, Prancis akan menjadi kloni Islam atau Negara Imigran Muslim”.
Perkembangan Islam di Prancis meningkat seirama dengan meningkatnya kekhawatiran pemerintah Prancis.Karena itu seorang pemimpin partai Nasional Prancis, Bruno Meqret, melontarkan sinyalemen tentang apa yang disebut “koloni Islam atas Prancis”.Merget mengecam adanya pertumbuhan kekuatan Islam di negerinya.
Namun berbeda dengan Pasqua, presiden Nicolas Sarkozy, ketika hadir dalam buka puasa bersama warga Muslim di Masjid Raya di Paris dan melakukan dialog dengan para ulama Muslim di negeri itu. Pada kesempatan itu, Sarkozy menyatakan bersumpah akan melindungi hak-hak warga Muslim Prancis.”Saya akan berada di sisi kalian semua untuk membela hak-hak kalian. Saya juga minta kalian berada di pihak saya dengan menjalankan tugas-tugas kalian, ” kata Sarkozy, Ia mengungkapkan bahwa ada beberapa orang di pemerintahannya yang juga menjalankan ibadah puasa. “Ini menunjukkan bahwa dari lapisan atas sampai lapisan bawah masyarakat, Islam merupakan bagian integral dari negeri ini, ” tukas Sarkozy.
“Mungkin akan banyak yang menentang hal ini, tapi Islam juga Prancis, ” sambungnya.Namun Sarkozy juga meminta agar semua warga negara menghormati nilai-nilai yang berlaku di Prancis, misalnya pemisahan antara gereja dan negara. Ia juga menyatakan mengecam pihak yang menggunakan nama Islam dalam melakukan tindakan kekerasan.
Ia melanjutkan, “Saya tidak pernah mengkhianati komitmen saya untuk memberikan dukungan penuh pada Islam di Prancis dan untuk melawan ekstrimisme dengan seluruh kekuatan saya. Dua hal ini berjalan beriringan.
“Ada kelompok ekstrimis yang ingin mengakhiri kedamaian di negeri ini. Mereka yang membunuh dengan mengatasnamakan Islam dan ingin mendorong dunia ke dalam perang agama secara global telah memperburuk citra Islam, ” tandasnya[18].
Dari pernyataan presiden Sarkozy tersebut nampak bahwa umat Islam di Prancis harus menyesuaikan keislamannya dengan kondisi sekularis Prancis, jika tidak, mereka tetap dianggap musuh dan bukan warga Prancis.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari uraian tersebut sebagai berikut:
1.Jumlah muslim di Prancis dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sampai sekarang jumlah muslim di Prancis Kurang lebih 6 juta jiwa. Ini berarti perkembangan Islam di Prancis mengalami kemajuan.
2. Tantangan utama masyarakat Islam Prancis adalah sekularisme, meski oleh sebagian kalangan persoalan ini di sisi lain juga memberi efek yang positif.







DAFTAR PUSTAKA
AE.Priyono, Ensiklopedi tematis Dunia Islam Dinamika Masa Kini, Jakarta: Ihtir Baru, Van Hoven, 2002.

Ahmad Syalabi, alTarikh al-Islami wal al-Hadarat al-Islamiyah, Jilid II. Cairo: Maktabat al-Nahdat al-Misriyah, t.th.
Harun Yahya, Artikel Islam Agama yang Berkembang Paling Pesat di Eropa, http://www.eramuslim.com.
Hasan Ibrahim hasan, Islamic History and Culture. Diterjemahkan oleh Djahdan Humam dengan judul sejarah dan kebudayaan Islam, Yokyakarta: Kota Kembang ,1989

http/WWW.Eramuslim, co.id.

Http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=481

http://www.Islam.Lib.com.

Http://www/SSQ,Jschaal@.Ssq.net

John L.Esposito, The Oxfortd Encycloppedia of The Modern World, Vol.2. New York: Oxford University Press, 1995
M. Ali Kettani,Minoritas Muslim di Dunia Dewasa ini, Jakarta: Rajawali Press, 2005
Muhammad Arkoun, Studi Islam di Prancis, dalam Azim Nanji (Editor), Mapping Islam. Diterjemahkan oleh Muamirotun dengan judul Peta Studi Islam Orientalisme dan Arab Baru Kajian Islam di Barat, Yokyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.

Muhammad Arkoun,Nalar Islami dan Nalar Modern, Jakarta: INIS, 1994

PERKEMBANGAN ISLAM DI PRANCIS



MAKALAH
Diprensentasikan Dalam Forum Seminar Kelas
Pada Mata Kuliah Sejarah Dunia Islam Modern
Semester I

Oleh:
Rahmawati


Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H.Ahmad M.Sewang, M.A
Prof. Dr.H. Abd. Rahim Yunus, M.A.



PROGRAM PASCA SARJANA (S3)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2008




[1] Ahmad Syalabi, alTarikh al-Islami wal al-Hadarat al-Islamiyah, Jilid II. Cairo: Maktabat al-Nahdat al-Misriyah, t.th. h.142.
[2] AE.Priyono, Ensiklopedi tematis Dunia Islam Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ihtiar Baru, Van Hoven, 2002), h. 273-274.
[3] M. Ali Kettani,Minoritas Muslim di Dunia Dewasa ini,(Jakarta: Rajawali Press, 2005), h. 33.
[4] John L.Esposito, The Oxfortd Encycloppedia of The Modern World, Vol.2. (New York: Oxford University Press, 1995) h. 28.
[5] Lukman Harun, Potret Dunia Islam, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1985), h. 208.
[6] Hasan Ibrahim hasan, Islamic History and Culture. Diterjemahkan oleh Djahdan Humam dengan judul sejarah dan kebudayaan Islam, (Yokyakarta: Kota Kembang ,1989), h.351
[7] M.Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini,(Jakarta: Rajawali Press,2005), h.51.
[8] John.L.Esposito, ibid., h.29.
[9] Ibid
[10] Berita di publikasikan tgl 8/10/2003. WWW.Eramuslim, co.id.
[11] Sekularisme Prancis berbeda dengan sekularisme yang berlaku di negara barat lainnya. Soheib Bencheikh, Mufti Agung Marseille Prancis menyatakan bahwa sekularisme tidak mesti berarti laknat bagi agama-agama. Dalam hal tertentu sekularisme justru menjadi penyelamat bagi agama yang dianut golongan minoritas.Di Prancis contohnya, berkat sekularisme, Islam dan umat Islam berkembang lebih sehat. Karena prinsp sekularisme menjunjung tinggi netralitas dalam pengelolaan sosial politik kenegaraan, agama dan umat dari agama manapun diperkenankan mengekspresikan keagamaan mereka secara wajar.Dengan begitu identitas keberagamaan justru mendapatkan tempat yang cukup layak dan mereka tidak merasa terancam.Lihat http://www.Islam.Lib.com.
[12] Muhammad Arkoun, Studi Islam di Prancis, dalam Azim Nanji (Editor), Mapping Islam. Diterjemahkan oleh Muamirotun dengan judul Peta Studi Islam Orientalisme dan Arab Baru Kajian Islam di Barat, Yokyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003., h.44.
[13] Ibid., h. 51.
[14] Muhammad Arkoun lahir di Aljazair 1 Pebruari 1928. Tahun 1950-1954 ia belajar bahasa Arab di Aljazair dan melanjutkan studinya di Sarbonne University Paris hingga meraih gelar doktor sastra tahun 1962 dan mengajar di Universitas yang sama. Arkoun juga menjadi direktur majalah Studi Islam”Arabica” dan menduduki jabatan penting seperti Panitia Nasional Prancis dan Anggota Majelis Nasional untuk AIDS. Lihat J. Hendrik (ed.)., Muhammad Arkoun,Nalar Islami dan Nalar Modern, (Jakarta: INIS, 1994), h.1
[15] Http://www/ SSQ,Jschaal@.Ssq.net
[16] Ibid
[17] Harun Yahya, Artikel Islam Agama yang Berkembang Paling Pesat di Eropa, http://www.eramuslim.com.

[18] http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=481

Tidak ada komentar:

Posting Komentar